Generasi Muda Sehat Indonesia Kuat Bermartabat


Arif Jaka Purnomo, S.Pd

Generasi muda menjadi kunci terbukanya harapan akan terwujudnya Indonesia emas di tahun 2045. Cita-cita sertakeinginan tersebut sangat erat kaitannya dengan generasi muda. Hal tersebut menjadi acuan dikarenakan bahwa tonggak kepemimpinan kelak di masa depan akan dipegang oleh para pemuda. Merekalah yang menjadi penentu, akan seperti apa Indonesia di masa yang akan datang. Untuk mencapai cita-cita tersebut dibutuhkan bekal bagi komponen yang akan memperjuangkannya. Salah satunya yaitu pendidikan di sekolah serta lingkungan sehat yang berkualitas. Sekolah yang mengedepankan mutu serta mampu memantik para peserta didik dengan suguhan inovasi kreatif dan menyenangkan, selain itu lingkungan sekolah sehat menjadi penentu berikutnya atas tercapainya sebuah harapan besar.

Rakyat Indonesia terutama pemudanya perlu dibekali dengan ilmu yang akan mereka terapkan di masa yang akan datang. Sekolah wajib melakukan berbagai perombakan demi mensukseskan pembelajaran yang efektif dan efisien sehingga berdampak pada pola pikir anak yang ikut berubah. Menjadi cerdas, kritis bahkan paham momentum. Tahu kapan ia harus diam atau segera. Sekolah memang perlu untuk tetap berpegang pada aturan yang berlaku, namun secara praktik seharusnya tidak kaku dalam penerapan. Harus mampu mengkreasi sehingga berdampak pada situasi pembelajaran kondusif di lingkungan sekolah.

Sekolah merupakan salah satu lembaga yang berperan dalam pembentukan perilaku siswa, mendukung pertumbuhan, dan perkembangan seorang anak sebelum nantinya mereka akan kembali ke masyarakat. Pendidikan yang diperoleh dari sekolah diharapkan mampu mengubah perilaku peserta didik menjadi perilaku sehat dan mampu mencegah perilaku tidak sehat. Hal pokok yang dimaksud dalam perilaku sehat yaitu sehat dalam berpikir sesuai dengan ranah mereka sebagai akademisi, perilaku sehat dalam memilah nutrisi, perilaku sehat secara fisik serta perilaku sehat secara psikologis. Hal tersebut penting dan berkaitan satu dengan yang lain dan semua harus dicukupkan agar harapan yang dikehendaki bersama terwujud.

Peserta didik kelak akan tumbuh dan menuai hasil dari kesibukan mereka di lingkungan sekolah. Tidak sekedar pandai atas hasil belajar, namun secara fisik mereka harus kuat. Hal tersebut merupakan dampak dari gizi serta asupan nutrisi tubuh yang terpenuhi. Asupan gizi memang layak menjadi perhatian pihak sekolah. Edukasi gizi perlu diperbincangkan dengan pihak kantin di lingkungan sekolah. Komunikasi perlu dibangun dengan baik karena kantin merupakan penyedia nutrisi terdekat bagi peserta didik. Wawasan mengenai bagaimana mencukupkan kebutuhan gizi yang seimbang perlu diketahui oleh pihak kantin. Komposisi makanan yang disuguhkan kantin dalam konteks sehat serta layak untuk anak harus seperti apa? Pihak kantin wajib untuk paham karena makanan yang ada di lingkungan sekolah merupakan sumber rujukan untuk pemenuhan nutrisi tubuh yang sehat bagi anak. Diperlukan adanya pelaksanaan sosialisasi kantin guna diskusi mengenai ilmu gizi yang terkandung dalam makanan. Selain menciptakan sumber pangan terdekat di lingkungan sekolah yang sehat secara tidak langsung pihak sekolah telah meningkatkan sumber daya manusia di lingkungan sekolah. Mustahil akan tercipta sistem serap materi dalam otak yang stabil bila tubuh mereka tidak siap secara gizi dan nutrisi. Gaya hidup perlu dipromosikan pihak sekolah hingga menjadi warna baru di lingkungan sekolah. Dampak dari persuasif tersebut secara spontan bagi mereka yang berkepentingan secara cepat dapat memilah sendiri mana yang sehat dan tidak sehat.

Pendidikan tentang gaya hidup sehat diperlukan sedini mungkin sejak usia anak-anak. Tetapi, untuk mampu mengaitkan kebutuhan kesehatan dengan masa depan diperlukan kemampuan berpikir abstrak, sehingga baik diberikan pada kelompok remaja akhir. Remaja akhir adalah kelompok usia 17 – 20 tahun, merupakan kelompok yang lebih stabil dan mampu berdiskusi terkait ekonomi, keuangan dan rencana masa depan (Berman et al., 2016). Kelompok ini sesaat lagi akan memasuki usia dewasa dimana keputusan-keputusan secara mandiri akan dibuatnya. Dengan memiliki pengetahuan gaya hidup yang baik diharapkan remaja akan memutuskan secara mandiri dengan penuh kesadaran untuk memiliki gaya hidup sehat yang merupakan pondasi penting bagi kehidupan ekonominya di masa depan.

Keyakinan terhadap kata bijak yang menyatakan bahwa di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat layak untuk menjadi sorotan oleh pihak sekolah. Keseimbangan menjadi kata kunci untuk mengaitkan antara asupan gizi dengan kondisi fisik jasmani. Sekolah memberikan suguhan yang luar biasa kaya mengenai ilmu. Selain itu tempat untuk mempersiapkan generasi muda yang hebat sebagai penerus tongkat kepemimpinan untuk kemajuan bangsa. Perhatian utama dalam dunia pendidikan selain guru yaitu peserta didik. Bagaimana sekolah yakin bahwa peserta didik akan kuat menjalani kodrat zaman yang terus berubah bila tidak dipersiapkan sedini mungkin meliputi banyak hal. Asupan gizi yang masuk tentu akan diseimbangkan dengan pola jasmani yang sehat. Dipersiapkan guna bekal masuk ke dalam kelas sebelum proses kajian ilmu dari berbagai mapel dimulai. Bukankah sangat perlu bagi sekolah untuk mencermati kembali kesehatan fisik peserta didik? Sebuah kelucuan apabila dalam dunia pendidikan guru atau fasilitator sebagai pendamping siswa dalam ranah ilmu menemui kasus terdapat peserta didik yang sakit atau kelaparan atas berbagai alasan. Maka dari itu, diperlukan sisipan mengenai survei pangan di lingkungan sekolah. Baik kesehatan dalam maupun luar tubuh. Meliputi sehat gizi dan sehat fisik.

Dimensi gaya hidup sehat meliputi kesehatan fisik, psikis, sosial dan spiritual (Bagheri & Gharehbaghi, 2019). Kesehatan fisik meliputi bebas dari sakit, memiliki cukup energi, vitalitas dan merasa sehat. Dalam dimensi fisik, untuk mendapatkan kesehatan, energi dan kehidupan produktif maka perlu melakukan aktivitas fisik secara reguler. Selain tugas wajib dari pihak mata pelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (Penjaskes), lingkungan sekolah sebaiknya turut serta dalam hal gerak tubuh. Aktivitas olahraga sebagai ranah untuk membangun fisik yang sehat tidak selalu diharuskan dengan kegiatan yang bersifat berat serta memerlukan durasi yang lama. Aktivitas fisik didefinisikan sebagai gerakan tubuh akibat gerakan otot rangka yang menghasilkan pengeluaran energi, dan mencakup gerakan saat melakukan pekerjaan, dan kegiatan rutin sehari-hari serta di waktu senggang (Pender et al., 2015). Olahraga adalah bagian dari aktivitas fisik yang dilakukan pada waktu senggang, yang dilakukan secara terjadwal, terstruktur, berulang dan ditujukan untuk meningkatkan dan mempertahankan kebugaran. Waktu senggang dalam pergantian jam pelajaran sebenarnya dapat dipergunakan untuk kebutuhan fisik. Peregangan yang dikemas menarik oleh masing-masing fasilitator saat pergantian jam akan menjadi budaya baru yang menarik. Contoh yang dimaksud dalam peregangan yaitu peregangan pada tulang ekor, akan berdampak pada optimalisasi kinerja otak. Tanpa peserta didik sadari berkat kemasan menarik tersebut tubuh peserta didik secara fisik akan terpenuhi kesehatannya. Logika sederhana mengatakan apabila gizi anak cukup serta kondisi tubuh sehat bukan tidak mungkin lagi akan tercapainya generasi emas di masa mendatang. Aktivitas fisik yang teratur dapat meningkatkan kesehatan mental, meningkatkan kemampuan seseorang untuk melakukan tugas sehari-hari dengan lebih baik, dan berfungsi sebagai terapi tambahan dalam gangguan kesehatan mental (Meng & D’Arcy, 2013).

Secara psikologis anak usia sekolah berada dalam sebuah periode ketika anak-anak dianggap mulai bertanggung jawab atas perilakunya sendiri dalam hubungannya dengan orang tua, teman sebaya, dan orang lain. Perkembangan anak usia sekolah cenderung dipengaruhi oleh lingkungan teman-teman sebaya. Psikologi anak menjadi ranah penting berikutnya menuju transformasi sekolah sehat. Semakin mereka mengetahui tentang dampak perilaku hidup tidak sehat, mereka akan lebih selektif memilih mana yang baik dan buruk. Oleh karena itu, hadirnya Kurikulum Merdeka seharusnya mampu memicu lingkungan sekolah untuk secara menyeluruh berubah. Lebih mampu menyadarkan peserta didik dari apa itu baik (manfaat)? dan apa itu buruk? Mencermati sekolah yang telah melaksanakan kurikulum merdeka, dalam pelaksanaannya ternyata terdapat beragam keleluasaan pengajaran. Baik secara internal maupun eksternal kelas. Fokus kepada apa yang peserta didik kuasai, lantas diupayakan untuk terus ditajamkan kualitasnya. Program Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) menjadi sesi yang ditunggu. Program baru yang kreatif, inovatif, serta mampu menciptakan suguhan kolaborasi antara fasilitator dengan fasilitator, peserta didik dengan peserta didik, fasilitator dengan peserta didik. Terciptanya aktivitas akademik dengan memprioritaskan kedekatan antara fasilitator dengan peserta didik akan memudahkan proses pengawasan terhadap mental anak. Menjaga kedekatan dengan anak akan mengurai pendapat mengenai pandangan anak terhadap guru yang menilai bahwa di sekolah terdapat guru galak atau guru menakutkan. Psikis anak memang tidak kasat mata, namun sangat perlu diperhatikan. Bila psikis anak terguncang akibat lingkungan sekolah yang kurang sehat, maka harapan dan cita-cita untuk maju seketika runtuh.

Kesehatan psikis meliputi kemampuan berpikir jernih, mampu beradaptasi dan memiliki resiliensi, mengenali, mengekspresikan dan mengendalikan stres, serta mampu bersikap asertif. Gaya hidup sehat pada dimensi psikis mencakup pencegahan stres dan pengembangan kemampuan menyelesaikan masalah (Pender et al., 2015; Stuart, 2013). Pada dimensi ini arah gaya hidup sehat ditekankan pada kemampuan menyelesaikan masalah dan mengembangkan kemampuan menanggulangi stres akibat masalah serta mampu beradaptasi pada berbagai situasi. Tidak tepat dalam menyatakan pernyataan dapat menyebabkan situasi ketidaknyamanan bagi peserta didik. Contoh sederhana, dalam suatu sekolah terdapat guru yang nyaman dengan aksi penugasan. Memang secara hak dan kewajiban dipersilakan untuk hal semacam itu, namun akan fatal bila penugasan diterapkan tanpa dasar kedekatan atau alasan yang sesuai. Akibatnya dari rutinitas semacam itu biasanya yang didapat oleh fasilitator adalah kondisi anak yang mengeluh. Lebih parah lagi apabila penugasan diberikan secara berkelanjutan. Penolakan secara psikis akan bertumpuk dan suatu saat akan sampai pada fase mental yang terguncang (stres). Maka dari itu, sangat perlu untuk mencermati kondisi psikologi peserta didik, fasilitator hendaknya mengubah pola penugasan. Penugasan yang sebelumnya dirasa menjemukan dan memberatkan dirubah menjadi suatu aktivitas yang menarik sehingga bagi peserta didik tugas tersebut dianggap sebagai tempat pelarian  yang menyenangkan guna mengelola stres. Adanya psikis mental yang sehat maka akan terjalin hubungan secara sosial yang sehat, serta diharapkan terus berlanjut agar terbangun suasana lingkungan sekolah yang saling percaya, saling menghormati, anak merasa mendapat perlindungan dari lingkungan sekolah. Selain struktur fisik yang sehat akan lebih menarik bila mental anak sehat. Terciptanya kedekatan dan mampu menjalin komunikasi menjadi bukti bahwa kemampuan anak secara sosial mulai terbangun.

Dimensi kesehatan sosial meliputi membangun hubungan sosial yang bermakna. Gaya hidup pada dimensi sosial ini diarahkan pada kebiasaan berkomunikasi dan mengembangkan kemampuan membina dan mempertahankan hubungan interpersonal. Hubungan antar individu, atau individu dan kelompok diarahkan untuk membentuk dukungan sosial. Dukungan sosial digambarkan sebagai jaringan hubungan interpersonal yang memberikan sumber-sumber material dan psikologikal yang diarahkan untuk membangun kemampuan mengatasi tekanan masalah (Goldman & Cojocaru, 2017; Pender et al., 2015). Dukungan sosial ini mencakup dukungan emosi berupa perhatian, empati, cinta dan rasa percaya; dukungan instrumental mencakup bantuan pemenuhan material dan jasa; dukungan informasional mengacu pada pemberian nasihat, saran dan informasi personal lainnya; dan dukungan appraisal yang merupakan memberikan afirmasi atau umpan balik yang konstruktif. Dukungan ini bekerja pada situasinya masing-masing untuk mengatasi keadaan negatif (Szkody et al., 2021).

Secara umum sekolah sehat membantu meningkatkan kemampuan peserta didik untuk memilih memiliki hidup yang sehat dan meningkatkan kepercayaan peserta didik dalam menjalankannya secara konsisten. Langkah selanjutnya adalah melakukan kegiatan secara terus menerus untuk menguatkan perubahan yang telah dicapai, diantaranya dengan mempertahankan komunikasi dan melakukan evaluasi berkala akan menciptakan dampak positif yang diperoleh dari perilaku sehat yang dilakukan. Untuk meningkatkan keberhasilan sangat disarankan untuk melakukan kajian terkait kendala dan realitas sosial yang muncul di lingkungan sekolah, sehingga dengan hasil kajian tersebut dapat dibangun program yang sesuai kebutuhan. Dengan adanya perhatian mengenai lingkungan sekolah meliputi pola pikir, gizi anak, fisik anak hingga kesehatan mental anak maka proses serap ilmu akan berjalan sesuai rencana dan dipastikan akan lahir generasi muda yang luar biasa.

 

Daftar Pustaka

http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/jurnal-pendidikan-jasmani/issue/archive

 

http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/abdimas

 

Bagheri, F., & Gharehbaghi, F. (2019). The Relationship between Mindfulness, Happiness and

Healthy Lifestyle. Caspian Journal of Health Research, 4(2), 44–48.

https://doi.org/10.29252/cjhr.4.2.44

 

Berman, A. T., Snyder, C., & Frandsen, G. (2016). Kozier & ERB’S Fundamentals of nursing:

Concepts, process, and practice. In Pearson Education Inc.

 

Goldman, I., & Cojocaru, S. (2017). The need for social support among nursing preceptors.

Social Research Reports, 9, 7–21. www.indexcopernicus.com

 

Meng, X., & D’Arcy, C. (2013). The projected effect of increasing physical activity on reducing

the prevalence of common mental disorders among Canadian men and women: A

national population-based community study. Preventive Medicine, 56 (1).

https://doi.org/10.1016/j.ypmed.2012.11.014

 

Pender, N. J., Murdaugh, C. L., & Parson, M. A. (2015). Health promotion in nursing practice

(7th ed.). Pearson.

 

Szkody, E., Stearns, M., Stanhope, L., & McKinney, C. (2021). Stress-buffering role of social

support during COVID-19. Family Process, 60(3). https://doi.org/10.1111/famp.12618

Bagikan :

Share on facebook
Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp

Artikel Lainnya

Generasi Muda Sehat Indonesia Ku...
Arif Jaka Purnomo, S.Pd Generasi muda menjadi kunci terbukanya...
MEMBUAT BAKSO HINGGA MEMPEROLEH ...
BULETIN SMANJA KULINER bakso menjadi makanan favorit orang Ind...
SAMPAH PLASTIK MENAMBAH PEMASUKA...
BULETIN SMANJA _ SETIAP hari pasti banyak dari kita yang membe...
PRAKTIK BIOLOGI "PERCOBAAN PERTU...
BULETIN SMANJA_ SAAT ini kelas XII sedang disibukkan dengan tu...
PEMBUATAN INFOGRAFIS
BULETIN SMANJA_MEDIA  informasi berupa Infografis dapat berben...
Siswa SMANJA Praktek Buat ES Krim
Posted by Admin - 01 Oktober 2023 Saat ini es krim telah d...

SMAN 1 JATISRONO

Nikmati Cara Mudah dan Menyenangkan Ketika Membaca Buku, Update Informasi Sekolah Hanya Dalam Genggaman

Hubungi kami di : +622734131186

Kirim email ke kamisma1jatisrono@gmail.com

SMAN 1 JATISRONO

Nikmati Cara Mudah dan Menyenangkan Ketika Membaca Buku, Update Informasi Sekolah Hanya Dalam Genggaman